halaman

Jumat, 25 Februari 2011

KASUS HIBAH TANAH MENURUT HUKUM ISLAM

“KASUS POSISI”


            H. MUHTAR memiliki sebidang tanah seluas 450 m2 dengan sebuah toko diatasnya.  Tanah tersebut berada di Jalan Siliwangi No. 50 Cicurug Kabupaten Cibadak.  Dalam keadaan sakit (lumpuh) beberapa waktu sebelum meninggal th 1992, Muhtar menghibahkan tanah berikut toko ituy kepada Endang Suarna dan Saudara-saudaranya.  Penghibahan yang dicatat dalam sebuah surat itu disaksikan oleh M. Sya'rawi Baesusi dan Istri Endang Suarna.
            Surat hibah itu ditandatangani oleh H. Muhtar, Endang dan saksi Sya'rawi.  Meskipun mempunyai 10 orang anak kandung; Muhtar tidak memberitahukan penghibahan toko itu kepada anak-anaknya maupun ahliwaris lainnya.  Sehingga setelah Muhtar meninggal, tanah dan toko yang telah dihibahkan pada Endang Suarna tetapi dikuasai anak-anak kandung Muhtar.  Endang bersama Endah, Entang dan Hadijah (Penerima Hibah) dari Muhtar berkali-kali meminta agar anak-anak Muhtar menyerahkan tanah dan toko itu.  Tapi berkali-kali pula anak-anak Muhtar menolak. Akhirnya kesabaran Endang CS habis.  Digugatnya Endang Sutisna, Cucu Suwarni, Usman Efendi, Anwar, Lili Suhaeli, Dedi Haryadi, Nani Haryati, Lili Nurhayati, Yuyun Yuswandi dan Aep Saefullah di Pengadilan Agama Cibadak.

Dalam Surat gugatannya Endang Suarna, Entah, Entang dan Hodijah meminta agar Pengadilan:
1.      Mengabulkan gugatan Penggugat;
2.      Menetapkan sah hibahnya H. Muhtar bin Agus;
3.      Menghukum Tergugat untuk menyerahkan tanah berikut bangunannya dan surat-surat yang berkaitan dengannya pada Penggugat-Penggugat;
4.      Memerintahkan Tergugat untuk mengosongkan bangunan tersebut setelah putusan itu mempunyai kekuatan hukum yang pasti (tetap).
5.      dst ............... dst .................. dst.

PENGADILAN AGAMA

Hakim Pertama yang mengadili perkara ini dalam putusannya memberikan pertimbangan sebagai berikut:
 - Penggugat mengakui telah menerima penyerahan tanah berikut bangunannya berupa sebuah toko seluas 450 m2 persil 55 Klas DI. letter C No. 681 di Jalan Siliwangi Cicurug No. 50, dari almarhum Muhtar.  Tergugat menolak adanya hibah tersebut, karena Muhtar tidak pernah memberitahukannya kepada Tergugat.  Tergugat menyatakan penghibahan tanah itu tidak sah, karena tanpa persetujuan anak-anaknya Muhtar (tergugat). 
            Keberatan Tergugat mengenai tidak terdapatnya kalimat "Menghibahkan dalam pernyataan hibah, tidak bisa diterima.  Walaupun ucapan (Shigot) hibah termasuk rukun hibah yang ketiga, tetapi yang dimaksud shigot (ucapan) hibah oleh para Ulama Fiqh adalah segala sesuatu yang menunjuk pada kepemilikan, baik dengan ucapan maupun pekerjaan.
            Hibah dalam gugatan Penggugat, menurut Majelis, adalah hibah mutlak bukan hibah wasiat.  Juga karena barang yang dihibahkan adalah milik Muhtar, maka Muhtar dapat secara bebas menghibahkan miliknya sendiri, berapapun jumlahnya, dan kepada siapapun diberikan, tidak perlu ada persetujuan dari ahli waris (anak-anak/Tergugat).  Majelis menilai tepat ketiga Muhtar melarang saksi memanggil anak-anaknya, agar ikut menyaksikan perbuatan hibah oleh Muhtar tersebut.
            Menurut keterangan saksi, walaupun Muhtar dalam keadaan lumpuh, tetapi belum sampai pada keadaan yang sangat parah, sehingga penyerahan hibah adalah sah secara hukum.  Hal ini sesuai dengan pendapat jumhur ulama dalam kitab Bidayatul Mu'jtahid Jiz II, hal 327 yang artinya: "Adapun sakit yang menghalangi untuk (mengadakan hibah) menurut Jumhur adalah sakit yang paling ditakuti (sakit yang menyebabkan kematian)".
            Oleh karena penyakit Muhtar saat itu tidak terlalu parah, maka Majelis berpendapat bahwa persetujuan ahli waris atau terjadinya hibah itu, tidak diperlukan sebagai argumen Contrario (Mafhum Mukhalafah) dari pasal 213 Kompilasi Hukum Islam.
            Meskipun yang ikut menandatangani Surat Hibah hanya satu orang saksi karena yang lain adalah isteri Penggugat.  Kurangnya seorang saksi hibah, telah terpenuhi oleh saksi lain, meski tidak menandatangani surat hibah, tapi dia menyaksikan terjadinya serah terima hibah tersebut.
            Walaupun Tergugat menolak/tidak mengakui tanda tangan Muhtar dalam surat Hibah dengan menyatakan tanda tangan itu bukan tanda tangan Muhtar.  Tapi penolakan tersebut tidak diterima, karena tergugat tidak mengajukan bukti lawan terhadap tanda tangan Muhtar yang ada dalam surat hibah tersebut.
            Berdasarkan kronologi terjadinya hibah yang diikrarkan langsung oleh Muhtar kepada Penggugat tersebut, telah memenuhi syarat dan Rukun Hibah seperti diatur dalam Hukum Islam, karenanya harus disyahkan.  Sebaliknya bantahan Tergugat adalah tidak didukung oleh alat bukti tertulis dan sebagian besar bantahan Tergugat dilemahkan oleh kesaksian saksi yang diajukan Penggugat, maka bantahannya harus ditolak.
            Tindakan Tergugat yang tidak mau menyerahkan objek sengketa, meskipun surat pernyataan Nikah dianggap sah, merupakan tindakan dengan itikad tidak baik (terkwadertraw).
 Atas dasar pertimbangan tersebut Majelis Hakim mengadili sebagai berikut:
1.      Mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya;
2.      Menetapkan sah hibahnya H. Muhtar bin Agus kepada Para Penggugat atas sebidang tanah seluas 450 m2 persil 55 Kls D I No. C 681 Sertifikat No. 218 di Jalan Siliwangi No. 50 Cicurug.
3.      Menghukum Tergugat untuk menyerahkan tanah dan bangunan dalam diktum no. 2 berikut surat yang berkaitan pada Para Penggugat.
4.      dst .......... dst ............... dst ................

PENGADILAN TINGGI AGAMA
            Para Tergugat menyatakan banding terhadap putusan Hakim Pertama tsb di atas.  Selanjutnya Hakim Banding setelah memeriksa perkara gugatan tersebut dalam putusannya memberikan pertimbangan bahwa alasan Juridis dan putusan Hakim Pertama dinilai sudah benar dan tepat, sehingga Putusan Pengadilan Agama Cibadak No. 394/Pts-6/1992/PA-Cbd. tgl 24/11/1992 harus dikuatkan.

MAHKAMAH AGUNG RI
            Tergugat I, Endang Sutisna, menolak putusan Hakim banding tersebut dan mengajukan kasasi dengan keberatan yang pada pokoknya sebagai berikut: 
      - Bahwa Judex Facti telah menyalahi Hukum Hibah yaitu:
a) Hibah tersebut melebihi 1/3 dari seluruh harta pemberi hibah (periksa pasal 210 Kompilasi Hukum Islam)
b) Hibah tersebut dilakukan tanpa persetujuan ahli warisnya H. Muhtar si pemberi hibah.

- Bahwa pemberian hibah oleh H. Muhtar tersebut adalah merupakan Hibah Wasiat, karena pada kenyataannya sipenerima hibah (para Penggugat asal/Termohon Kasasi) baru mengungkap adanya hibah tersebut setelah H. Mochtar meninggal.
- Bahwa pelaksanaan Hibah tersebut, Juridis tidak memenuhi syarat, karena tidak sesuai dengan
- Yurisprudensi Mahkamah Agung RI tanggal 28 April 1976 No. 1055 K/Sip/1975
- Yurisprudensi Mahkamah Agung RI No. 1135/K/Sip/1978.
            Majelis Mahkamah Agung setelah memeriksa perkara ini dalam tingkat kasasi dalam putusannya memberikan pertimbangan bahwa putusan Judex Facti dinilai tidak salah dalam menerapkan hukum terhadap perkara gugatan perkara hibah tersebut.
   Disamping itu, keberatan lainnya, tidak dapat diterima, karena berkenaan dengan penilaian hasil pembuktian yang bersifat penghargaan tentang suatu kenyataan yang tidak dapat dipertimbangkan dalam pemeriksaan kasasi sebagaimana dimaksud pasal 30 UUMA (UU No. 14 Tahun 1985).

Dengan pertimbangan tersebut diatas, akhirnya Mahkamah Agung R.I. memberikan putusan sebagai berikut:

 MENGADILI:
- Menolak permohonan Kasasi dari Pemohon Kasasi H. Endang Sutisna bin H. Muhtar.
- Menghukum Pemohon Kasasi membayar biaya perkara .... dst ..... dst.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar